ArtikelSharing CenterSharing Umum

Masyarakat Multikultur di Indonesia dalam Dimensi Transportasi

Pengertian Multikultur

Multilkultur disusun atas dua kata yaitu, “multi” berarti banyak atau beraneka ragam, dan “kultur” berarti budaya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa multikultur adalah banyak struktur kebudayaan disebabkan karena banyaknya suku bangsa yang memiliki struktur budaya sendiri yang berbeda dengan budaya suku bangsa yang lainnya.

Multikultur juga dapat di artikan sebagai keragaman atau perbedaan terhadap suatu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Sehingga masyarakat multikultur dapat di artikan sebagai sekelompok manusia yang tinggal dan hidup menetap di suatu tempat dan memiliki kebudayaan dan ciri khas tersendiri yang mampu membedakan antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Setiap masyarakat akan menghasilkan kebudayaannya masing-masing yang kan menjadi cirri khas bagi masyarakat tersebut.

Berikut pengertian masyarakat multikultur menurut beberapa tokoh, antara lain menurut Furnivall, “Masyarakat multikultur adalah suatu masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih elemen (kelompok) yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain di dalam suatu satu kesatuan politik”. Masyarakat multikultur umumnya menganut paham multikulturisme, yaitu anggapan bahwa setiap budaya memiliki kedudukan yang sederajat dan kelebihannya tersendiri.

Menurut Clifford Gertz, “Masyarakat multikultur adalah merupakan masyarakat yang terbagi dalam sub-sub sistem yang kurang lebih berdiri sendiri dan masing-masing sub sistem terkait oleh ikatan-ikatan primordial”. Sedangkan menurut Nasikun, “Masyarakat multikultur adalah suatu masyarakat bersifat majemuk sejauh masyarakat tersebut secara setruktur memiliki sub-subkebudayaan yang bersifat deverse yang ditandai oleh kurang berkembangnya sistem nilai yang disepakati oleh seluruh anggota masyarakat dan juga sistem nilai dari satu-kesatuan sosial, serta seringnya muncul konflik-konflik sosial”.

Dari penjelas di atas dapat dikatakan bahwa masyarakat multikultur merupakan masyarakat yang memahami keberagaman dalam kehidupan di dunia dan menerima adanya keragaman tersebut, seperti nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut atau suatu masyarakat yang hidup dalam suatu tempat dengan beberapa kebudayaan yang berbeda. Dan bisa dibedakan pula dengan pengertian majemuk yang artinya terdiri atas beberapa bagian yang merupakan kesatuan, plural artinya lebih dari satu, sedangkan beragam artinya bermacam-macam.

Sejarah Multikultur

Multikultur bertentangan dengan monokultur dan asimilasi yang telah menjadi norma dalam paradigma negara-bangsa sejak awal abad ke-19. Monokultur menghendaki adanya kesatuan budaya secara normatif. Sementara itu, asimilasi adalah timbulnya keinginan untuk bersatu antara dua atau lebih kebudayaan yang berbeda dengan cara mengurangi perbedaan-perbedaan sehingga tercipta sebuah kebudayaan baru.

Multikultur mulai dijadikan kebijakan resmi di negara berbahasa-Inggris, yang dimulai di Afrika pada tahun 1999. Kebijakan ini kemudian diadopsi oleh sebagian besar anggota Uni Eropa, sebagai kebijakan resmi, dan sebagai konsensus sosial di antara elit. Namun beberapa tahun belakangan, sejumlah negara Eropa, terutama Inggris dan Perancis, mulai mengubah kebijakan mereka ke arah kebijakan multikultur. Pengubahan kebijakan tersebut juga mulai menjadi subyek debat di Britania Raya dam Jerman, dan beberapa negara lainnya.

Ciri-ciri Masyarakat Multikultur

Menurut  C.W. Watson (1998) dalam bukunya Multicultalism, “Masyarakat multikultur adalah membicarakan tentang masyarakat negara, daerah, bahkan lokasi geografis terbatas seperti kota atau sekolah, yang terdiri atas orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda dalam keserderajatan”.

Pada hakikatnya masyarakat multikultur adalah masyarakat yang terdiri atas bermacam suku yang masing-masing mempunyai struktur budaya (culture) yang berbeda-beda. Dalam hal ini masyarakat multikultur tidak bersifat homogen, namun memiliki karakterisitik heterogen dimana pola hubungan social antarindividu di masyarakat bersifat toleran dan harus menerima kenyataan untuk hidup berdampingan secara damai satu sama lain dengan perbedaan yang melekat pada tiap etnis, sosial, dan politiknya. Oleh karena itu, dalam sebuah masyarakat multikultur sangat mungkin terjadi konflik vertikal dan horizontal yang dapat menghancurkan masyarakat tersebut. Sebagai contoh, pertikaian yang melibatkan etnis, ras, golongan, dan juga agama yang terjadi di berbagai negera mulai dari Yugoslavia, Cekoslovakia, Zaire, hingga Rwanda, dari bekas Uni Soviet sampai Sudan, dari Sri Langka, India, hingga Indonesia.

Sikap yang harus dihindari Untuk membangun masyarakat multikultur yang rukun dan bersatu ada beberapa nilai yang harus dihindari, yaitu

  1. Primordialisme. Perasaan kesukuan yang berlebihan. Menganggap suka bangsanya sendiri yang paling unggul, maju, dan baik. Sikap ini tidak baik untuk dikembangkan di masyarakat yang multikultur seperti di Indonesia. Apabila ini ada di dalam diri warga suatu bangsa, maka kecil kemungkinan mereka untuk bias menerima keberadaan suku bangsa yang lain.
  2. Etnosentrisme. Sikap atau pandangan yang berpangkal pada masyarakat dan kebudayaannya sendiri, biasanya disertai dengan sikap dan pandangan yang meremehkan masyarakat dan kebudayaan yang lain.
  3. Diskriminaitf. Sikap yang membeda-bedakan perlakuan terhadap sesame warga negara berdasarkan warna kulit, golongan, suku bangsa, ekonomi, agama, dan lain- lain. Sikap ini sangat berbahaya untuk dikembangkan karena dapat memicu munculnya antioati terhadap sesama warga negara.
  4. Stereotip. Konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdarkan prasangka yang subjektif dan tidak tepat. Indonesia memang memliki keragaman suku bangsa dan masing-masing suku bangsa  memiliki ciri khas.

Jenis Multikultur

Parekh (2007) membedakan lima model multikultur, antara lain

  1. Multikultur Isolasionis. Yaitu masyarakat yang berbagai kelompok kulturalnya menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi satu sama lain.
  2. Multikultur Akomodatif. Yaitu masyarakat yang memiliki kultur dominan yang membuat penyesuaian dan akomodasi tertentu bagi kebutuhan kultur minoritas. Masyarakat ini merumuskan dan menerapkan undang-undang, hukum, dan ketentuan yang sensitif secara kultural, dan memberikan kebebasan kepada kaum minoritas untuk mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan. Begitupun sebaliknya, kaum minoritas tidak menantang kultur dominan.
  3. Multikultur Otonomis. Yaitu masyarakat plural yang kelompok kultural utamanya berusaha mewujudkan kesetaraan dengan budaya dominan dan menginginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik yang secara kolektif diterima. Perhatian pokok kultural ini adalah mempertahankan cara hidup yang memiliki hak yang sama. Mereka menantang kelompok dominan dan berusaha menciptakan masyarakat yang eksis dan sejajar.
  4. Multikultur Kritikal/Interaktif. Yakni masyarakat plural yang kelompoknya tidak terlalu terfokus dengan kehidupan kultural otonom, tetapi lebih membentuk penciptaan kolektif yang mencerminkan dan menegaskan perspektif khas mereka.
  5. Multikultur Cosmopolitan. Yaitu masyarakat plural yang berusaha menghapus batas-batas kultural sama sekali untuk menciptakan sebuah masyarakat tempat setiap individu tidak lagi terikat kepada budaya, sebaliknya secara bebas terlibat dalam percobaan interkultural dan sekaligus mengembangkan kehidupan kultural masing-masing.

Dampak Terbentuknya Masyarakat Multikultur

  • Dampak Positif (Manfaat)
    • Dalam bidang bahasa, kebudayaan daerah dalam bahasa daerah dapat memperkaya perbendaharaan istilah dalam bahasa Indonesia.
    • Dalam bidang pariwisata, keberagaman budaya dapat dijadikan objek dan tujuan wisata yang bisa mendatangkan devisa.
    • Pemikiran yang timbul dari sumber daya manusia masing-masing daerah dapat pula di jadikan acuan bagi pembangunan nasional.
    • Keanekaragaman akan membuat masyarakat lebih terbuka dalam menjalin hubungan sosial.
    • Mermberikan ikatan yang lebih kuat dengan menerima kekurangan masing masing kelompok.
    • Saling berbagi pengetahuan dan menghargai antar budaya, menunjukkan bahwa perbedaan bukanlah pembatas dalam menjalin suatu hubungan.
  • Dampak Negatif (Kerugian)
    • Munculnya sikap fanatik dan ekstrim dalam mendukung suatu kelompok.
    • Adanya politik aliran yang mementingkan kemajuan suatu kelompok tertentu dalam bidang politik.
    • Munculnya Sikap primordialisme, memegang teguh hal yang dibawa sejak lahir, baik mengenai tradisi, kepercayaan ataupun hal lainnya.
    • Memicu Konflik, sangat wajar apabila konflik muncul dalam lingkungan masyarakat multikultur karena keanegaraman yang ada.
    • Munculnya sikap etnosentrisme, pandangan yang berpangkal pada masyarakat dan kebudayaan yang dianutnya (merendahkan kelompok lain).

Kaitan Masyarakat Multikultur dalam Transportasi

Kebudayaan atau budaya adalah keseluruhan pemikiran dan benda yang dibuat atau diciptakan oleh manusia dalam perkembangan sejarahnya. Setiap kebudayaan pasti menjadi banyak bahan pembicaraan suatu kelompok tertentu. Karena kebudayaan itu akan bisa kita terapkan di kehidupan sehari-hari

Secara garis besar masyarakat Indonesia yaitu masyarakat multikultur dengan berbagai keragaman baik suku, ras dan agama yang secara tidak langsung keaneragaman tersebut akan mempengaruhi pergerakan dalam transportasi sehingga unsur kebudayan tidak lepas dari peranan transportasi.

Seperti halnya pada saat Hari  keagamanan Hindu yaitu Nyepi berlangsung di Bali, dimana jalan sebagai prasarana transportasi menjadi lengang saat perayaan hari keagamaan tersebut dan juga pada saat Hari keagamana Islam yaitu Idul Fitri pergerakan transportasi sangat besar baik dari kota ke desa atau pun sebaliknya, sehingga hal itu memerlukan peranan transportasi yang baik dan memadai baik dari penggunaan fasilitas jalan, terminal dan sarana transportasi (multi moda).

Banyak sekali kebudayaan yang ada di indonesia, termasuk kebudayaan masyarakat Indonesia yang tidak patut dicontoh karena merugikan diri sendiri dan orang lain, berikut adalah kebudayaan yang kurang baik yang ada di kehidupan sehari-hari

  1. Kebiasaan Tidak Mau Antri. Kebiasaan buruk ini sering terjadi di tempat-tempat umum terutama di tempat-tempat transportasi publik yang memerlukan antrian. Semua berebut, mementingkan diri sendiri, tidak memperhatikan perasaan orang. Padahal kalo kita tertib itu pasti lebih nyaman. Apalagi Indonesia terkenal dengan manusia-manusia yang taat beragama, tapi tetep saja percuma apabila tidak diimbangi dengan hubungan dengan sesama manusia.
  2. Toleransi Terhadap Orang Yang Masuk Kategori Prioritas. Orang-orang yang masuk kategori prioritas di transportasi publik seperti ibu hamil, orang disabilitas, dan manula seperti tidak mendapat tempat tersendiri.
  3. Tidak Patuh Terhadap Rambu. Rambu-rambu dipasang untuk memperingatkan agar tidak berada di titik-titik rawan, namun beberapa rambu sering tidak diindahkan. Hingga terjadi kecelakaan dan menimbulkan korban. Masing-masing punya tanggung jawabnya.
  4. Kebiasaan Naik Sembarang Tempat. Halte dan terminal sudah dibuat sedemikian rupa untuk tempat tunggu para pengguna transportasi publik. Padahal pembuatan halte tersendiri adalah untuk menghindari kejadian-kejadian yang tidak diinginkan.
  5. Buang Sampah Sembarangan. Hal ini masih sering terlihat atas sikap acuh tak acuh terhadap lingkungan sekitar.
  6. Menantang Maut. Hal ini sering terjadi pada transportasi masal Kereta Listrik di jaman dahulu sebelum perombakan PT KAI, banyak orang-orang duduk-duduk di atas atap kereta, dan kebanyakan pun tidak membayar tiket.
  7. Merusak Fasilitas yang ada. Orang Indonesia terkenal dengan orang yang kreatif, namun kebanyakan hal itu disalurkan ke jalan yang salah, dengan merusak fasilitas umum yang ada.
  8. Toleransi Terhadap Sesama Pengguna Transportasi Publik. Hal ini masih sangat terlihat mencolok. Memberikan kesempatan orang keluar terlebih dahulu, yakni tidak mengindahkan kepentingan khalayak umum. Kebiasaan menjamah bagian tubuh wanita merupakan kebiasaan yang sangat tidak bisa ditolerir. Sepeda motor yang mengambil jalan pejalan kaki, pedagang yang berdagang di sepanjang jembatan penyebrangan, dsb.

Referensi

Arifudin, I. (2007). Urgensi Implementasi Pendidikan Multikultur di Sekolah. Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan , 220-233.

Schein, Edgar H. (2010). Organizational Culture and Leadership, edisi ke 4. Jossey-Bass Publ. San Fransisco.

Hasyim, U. (1972). Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam Sebagai Dasar Menuju Dialog dan Kerukunan Antar Agama. Surabaya: PT Bina Ilmu.

Munawar, P. D. Fikih Hubungan Antar Agama . Jakarta: Ciputat Press.

Porwadarminta, W. (1986). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Sudiadi, D. (2009). Menuju Kehidupan Harmonis dalam Masyarakat yang Majemuk. Jurnal Kriminologi Indonesia , 33-42.

Tobari, A. (2015, April 11). Pentingnya Sikap Toleransi dalam Multikultur Bangsa Indonesia. Retrieved April 25, 2016, from Kompasiana: www.kompasiana.com/alantobari/pentingnya-sikap-toleransi-dalam-multikultur-bangsa-indonesia_5535a7426ea8348216a4e8

DIGNAWAN YUWONO
Kepala Urusan Keuangan dan SDMU

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

0 %